Assalamu'alaikum

Kamis, 09 Desember 2010

Belum Ada Judul

“Muhammad Arsenna....” sapa salah seorang wartawan yang hendak mewawancarainya. “... bagaimana komentar anda tentang penerbitan novel anda yang memperoleh best seller ini...?”
“Terima kasih untuk semuanya...” jawab Arsenna singkat. “...permisi...”
Arsenna, pemuda yang memiliki segudang bakat ini selalu enggan bila dimintai keterangan. Ia memilih pergi meninggalkan pemburu berita dan hidup di dunianya sendiri.
“Senna...” sapa Kumala tersenyum padanya. Arsenna mendekat dan tersenyum kecil pada gadis manis itu, ya Kumala.
“Sepertinya didepan ramai sekali...” kata Kumala sambil merapikan rambutnya sebelum ia masuk kelas.
“Heh...! didepan Cuma orang kurang kerjaan.” Komentar Arsenna menyebalkan. Kumala tersenyum sambil meninggikan alas kakinya. Ia berdiri sambil merogoh saku almamaternya, diambil sebuah kertas kecil dan diberikan pada Arsenna.
“Ini titipan dari bang Izzal.” Katanya menyerahkan kertas tersebut. “... semalem abang nelfon, tapi kamu ga ngangkat...”
“Maaf... semalam aku ketiduran...” ucap Arsenna singkat.
“Ho... aku tahu kesibukanmu, tapi jaga kesehatanmu juga...” nasihat Kumala lembut.
Sejenak keduanya terdiam. “Senna....”
“Hmm...”
“Liburan nanti aku mau pergi ke ‘Danau’...” Kabar Kumala tersenyum ceria.
“Apa hubungannya denganku?” tanya Arsenna cuek.
“Abah minta kamu nemenin aku ke ‘danau’, gimana?” jelas Kumala.
“Tidak...!” tolak Arsenna mendekat Kumala.
Kumala hanya bisa diam, penolakan Arsenna sungguh menakutkan, mungkin Arsenna masih trauma dengan liburan tahun lalu. Ia nyaris hampir tenggelam di tengah lautan lepas.
“Dulu kan laut... dan sekarang...” bela Kumala.
“Danau... apa bedanya, Mala...?! sama-sama air, kan?” tegas Arsenna tetap pada pendiriannya.
“Hey...!” sapa Yoan. “...asyik banget ngobrolnya...”
“Yoan...!” kata Mala tersenyum padanya. “...aku akan berlibur ke danau...”
“Danau...? Wow...!! fantastic...! aku suka danau... sama siapa, Mala...?” tanya Yoan begitu bersemangat.
“Aku dan ....” kata-kata Kumala terhenti, ia terdiam. Kedua matanya melirik ke arah Arsenna dan kemudian menggandeng tangan Yoan sahabatnya. “...aku dan Yoan pastinya...”
Situasi sekolah kali ini tidak efektif, para guru sibuk mempersiapkan ujian akhir kelas XII akibatnya seluruh mata pelajaran kelas X dan XI tidak efektif seperti biasa. Dan siswa siswi hanya asyik mempersiapkan liburan mereka.
“Senna...!” panggil Kumala seraya mengejar Arsenna yang sudah jauh di depan. “...tunggu aku, Sen...”
“Aku kira kamu sudah pulang duluan.”
“Hmm... gimana dengan ‘danau’-nya...?” tanya Kumala mencoba membujuk Arsenna lagi.
“Tidak... sebentar lagi ujian kenaikan...” jawabnya tetap menolak dan terus berjalan meninggalkan Kumala.
“Ar... Senna...” ucap Kumala lirih penuh kecewa.
Malam pun beranjak, esok pagi anak-anak kelas XI melaksanakan pra liburan dengan bercamping di sebuah perbukitan. Kala itu Mala begitu bersemangat menyambutnya, ia datang begitu cepat agar tidak sampai ketinggalan yang lain. Sementara itu, Arsenna belum terlihat batang hidungnya sejak tadi. Mata Kumala terus mencari Arsenna yang terlambat. Kumala tersenyum tatkala melihat Arsenna berlari menuju rombongan dengan terengah-engah.
“Maaf.... aku terlambat...” ucap Arsenna terbata-bata.
“Ku kira kamu lupa, Sen...” kata Kumala membuat Arsenna tersenyum kecil.
Sepanjang perjalanan Arsenna tak lepas dari ballpoint serta buku kecilnya. Kumala tersenyum menatapnya, pasti akan ada ide besar yang diciptakannya.
“Wah... ini baru refreshing... segar dan jauh dari polusi...” Kata Yoan terkagum-kagum.
Perlahan Arsenna mendekati Kumala dan berdiri persis disamping Kumala. “Senna... apa yang kamu pikirkan?” tanya Kumala dengan menebarkan senyumnya.
“Tidak... tempat ini indah, hijau, bersih... tapi... berbahaya...” kata Arsenna amat serius. “... jangan pergi jauh dari lokasi tenda... berhati-hatilah...” nasihat Arsenna dalam.
Kumala menoleh, dilihatnya Yoan yang sepertinya akan pergi. “Yoan... mau kemana?”
“Cari kayu bakar buat nanti malam, pasti seru...” jelasnya gembira.
“Hmm... aku temenin ya...! sama Arsenna juga. Iya kan, Sen...?”
Yoan menarik tangan Kumala; “Jangan... tetap disamping Arsenna, siapa tahu ada sesuatu yang ingin ia katakan...” bisik Yoan lirih.
“Ha...?! hem...” angguk Kumala setuju. “...hati-hati Yoan, ayo Sen...!”
“Ingat... jangan pergi jauh dari tenda... mengerti?!” nasihat Arsenna lirih. “...percayalah...”
Mereka berdua melanjutkan jalan-jalan mereka di sekitar tenda, Mala sedang mencari tempat yang bagus untuk mengambil gambar, sementara Arsenna terus berjalan di belakang Kumala sambil mengamati apa yang ada di sana sambil menjaga amanat Abah Kumala.
“Disini lebih bagus... Foto-in aku ya, Sen...!” pinta Kumala. “...sekarang kita foto berdua... OK...!”
“Hmm... Mala...” gumam Arsenna.
“Arsenna...! senyum donk...!! ciss!!!”
Alampun semakin gelap, anak-anak mulai bergegas memasuki tenda masing-masing.
“Akh...!!!” teriak Kumala membuat Arsenna berlari menuju tenda Kumala. “...Yoan ga ada, Sen...”
Malam itu seluruh murid sibuk mencari keberadaan Yoan yang menghilang sejak siang tadi.
“Yoan, kalau kamu kenapa-napa... Hiks...” tangis Kumala merunduk.
“Kamu jangan khawatir, semua akan baik-baik saja.” Ucap Arsenna memegang bahu Kumala hendak menengankannya. “...ini sudah malam, kembali ke tenda, dan istirahatlah...”
Arsenna bersama siswa laki-laki lainnya terus berjalan menelusuri hutan perbukitan yang gelap. Arsenna memulainya dari tempat awal Yoan pergi, tanpa disadari Kumala mengikutinya dari belakang.
“Aku takut terjadi apa-apa pada Yoan...” kata Kumala sedih. “...Yoan teman baikku, sahabat terbaikku...”
Arsenna terus meantap Kumala. “Baiklah, aku mengerti perasaanmu.”
“Kamu tahu tempat ini, Sen...?” tanya Kumala penasaran.
“Iya... tempat ini pernah aku jadikan obyek novelku. Karena misterinya...” jelas Arsenna terus berjalan menyusuri hutan.
“Misteri...???”
“Beberapa tahun yang lalu ada seorang pendaki yang ditemukan tewas di hutan ini.” Cerita Arsenna. “...ia terpisah dari rombongannya dan diduga tersesat dan kehabisan bahan makanan...”
Cerita Arsenna sontak membuat Kumala shock dan menitikkan air mata.
“Tidak...! berpikirlah positif... semua itu tidak akan terjadi...” kata Arsenna mengingatkan Kumala. “...kamu ingat waktu aku terjatuh dan nyaris tenggelam di tengah lautan lepas...? Aku bisa selamat, Mala...”
“Tapi Yoan bukan kamu, Senna... Jika dia kenapa-napa, aku tidak akan pernah memaafkan diriku sendiri...” janji Kumala menitikkan air matanya.
“Lihat aku Mala...! Aku janji Yoan pulang dalam keadaan selamat...” janji Arsenna. “...dan aku akan menemani kamu liburan ke danau... naik perahu... memancing... foto-foto bersama... Dan....” Arsenna menghentikan kata-katanya sambil terus menatap Kumala.
“Dan... Apa?” tanya Kumala penasaran.
“Lupakan saja...” katanya memalingkan wajah. “... sebaiknya kita kembali ke tenda, besok kita cari lagi...”
Arsenna berjalan menuju tenda tempat ia istirahat, begitupun dengan Kumala yang terlihat begitu lelah.
“Senna...!” panggil Kumala. Arsenna menoleh, matanya sayu dan kelelahan. “...selamat malam, Senna...” Arsenna hanya tersenyum kecil dan kembali berjalan ke tendanya.
Malam ini malam pertama mereka di perbukitan, tapi malam ini juga malam yang begitu menyakitkan dan menyedihkan. Satu siswa hilang, Arsenna tak bisa membiarkan ini, Yoan bukan hanya sahabat Kumala, tapi dia sahabatnya juga.
Sepertinya pagipun mulai kembali membangunkan mereka. Arsenna yang lelah telah segar kembali, ia pergi menuju tenda Kumala. Tapi mengejutkan, Kumala tidak berada di sana. Kumala menghilang...
“Mala...!!!!!” teriak Arsenna. Semua kembali sibuk mencari dua orang teman mereka. Semua sedih, semua tak percaya semua akan seperti ini.
“Arsen... kamu punya ide buat mencari teman-teman kita?” tanya salah seorang teman Arsenna.
“Nothing... aku bingung...” kata Arsenna dengan mata yang berkaca-kaca.
Perlahan, Arsenna kembali menelusuri hutan lagi. Mala mau melakukan apa saja untuk Yoan sahabatnya dan Kumala bukan gadis yang pendek akal, kalau ia nekat ia pasti meninggalkan petunjuk.
Sementara itu, Kumala yang nekat masuk hutan yang gelap itu nampaknya telah menemukan keberadaan Yoan sahabatnya.
“Yoan... kamu di situ , Yoan...??” sapanya ragu.
“Ma... ma...la...” panggil Yoan yerbata bata.
“Yoan...!!!” teriak Kumala meneteskan air mata dan segera berlari mengejar Yoan. Kumala memeluk erat Yoan, air matanya terus mengalir. Begitu juga Yoan yang tak henti-hentinya menangis dalam pelukan sahabat tercintanya. Tiba-tiba Yoan melepaskan dekapan Kumala.
“Kenapa kamu kesini...! kalau kita tidak bisa pulang gimana...?!!!” Tegas Yoan dengan nada tinggi.
“Kamu jangan khawatir, Yoan...” nasihat Kumala. “...Arsenna pasti akan datang kesini... kamu percaya, kan...?” lanjutnya sambil memperlihatkan fotonya bersama Arsenna siang lalu.
“Di saat-saat seperti ini kamu masih bisa ingat dia...?” tanya Yoan heran. “...Mala.... aku takut banget disini...”
“Yoan, aku ada disini...”
“Kalau begitu, ayo kita tinggalkan tempat ini, Mala...” ajak Yoan.
“Ga bisa Yoan... ga bisa...”
“Kenapa...??”
Matanya melihat ke bawah dan tangannya memgang kakinya yang terkilir akibat terjatuh di jurang itu. “...kamu naik dan cari pertolongan, bilang Senna, kalau aku ada disini...”
“Tapi, Mala...”
“Aku mohon... Aku percaya Arsenna tahu aku ada disini... Oke...”
Atas permintaaan Kumala, Yoan pun bangkit dan mulai berusaha kembali untuk mencari pertolongan. Ia berjuang amat keras, lelah dan dingin. Sesampainya di atas Yoan gembira dan pada saat itu kesadarannya pun turun dan... Yoan tak sadarkan diri. Sementara itu Arsenna terus berlari mencari Kumala dan Yoan, seluruh hutan ia jelajahi sendirian. Ia tak tahu arah, ia hanya berpegang pada ceritanya tentang hutan ini, tentang imajinasinya, khayalannya... hingga akhirnya ia menemukan sebuah disc yang bertuliskan ‘Terang dalam gelap’. Ya, itu sebuah judul lagu...
“Terang... Gelap...?” gerundu Arsenna lirih. Kemudian ia mengingat lagi khayalannya, dalam novelnya ia tuliskan terang itu siang dan gelap itu malam. Satu keadaan yang berbeda tapi berganti. Arsenna melangkah sambil menggenggam erat disc itu.
“Mala...!!!” teriaknya memanggil Kumala. Arsenna melihat ke bawah, sebuah jurang, berarti Kumala tak jauh dari sini. Ia lemparkan disc itu ke jurang... dan seketika Arsenna turun ke jurang tanpa ragu.
“Mala...” katanya terus memanggil dan mencari Kumala. “Mala...!!!” teriak Arsenna begitu menemukan Kumala tengah tak sadarkan diri. Arsenna berlari menghampiri Kumala, diangkatnya kepala Kumala dan ia letakkan dipahanya. “Mala... sadar Mala... kau tak apa-apa bukan?”
“Senna...” panggil Kumala lunglai sambil terus tersenyum menatap Arsenna.
Arsenna memandangi Kumala, “Bodoh kamu...! kenapa kamu tak mendengar kata-kataku...??!” katanya mengomel tapi dimatanya berlinang air mata.
Kumala hanya tersenyum kecil menatap Arsenna sahabatnya. “Aku percaya kamu pasti datang... Senna...” katanya lembut dan akhirnya Kumala jatuh peingsan. “Mala...!” teriak Arsenna. Arsenna bangkit dan bergegas mencari mata air untuk berwudhu, ia ingin meminta pertolongan dari Allah...
“Ya Allah... hamba memohon pada-Mu dimalam yang kelam ini, hamba mencoba menguasai malam ini... malam milik-Mu... Ya Allah... lindungailah kami, lindungi Mala dari hal-hal yang buruk. Jangan biarkan orang yang terpenting dalam hati hamba teraniaya... Jika Engkau mencintai hamba, maka cintailah juga dia ya Allah... Hamba tahu Engkau mencintai orang-orang yang hamba cintai tak terkecuali dia ya Rab... Berikan jalan keluar ya Allah... Keluarkan kami dari tempat ini... Engkaulah maha pengasih... dan Engkaulah tempat memohon. Kabulkan munajatku ini ya Allah.. Amin...”
“Arsenna...” panggil Kumala.
“Mala... Kamu baik-baik saja...?” tanya Arsenna girang.
Kumala hanya tersenyum dan mencoba bangkit. “Apa yang kamu minta dari Allah, Sen...?” tanya Kumala penasaran.
“Hmm tidak, hanya memohon keselamatan...”
Setelah Yoan ditemukan, bantuanpun datang pada Kumala dan Arsenna. Mereka berdua selamat, Abah dan Abang Kumala terlihat ikut menyelamatkan mereka.
“Alhamdulillah ya Allah... Mala...” ucapan syukur abah gembira. “...syukron, Arsenna...”
“Afwan...”
Semua pun berlalu begitu cepat, liburan ini digunakan Kumala untuk pemulihan kakinya yang luka. Dan dimanfaatkan Arsenna untuk menyelesaikan karyanya, ia harap ini menjadi karya terbaiknya.
“Bagaimana keadaan Mala, Bang...?” tanya Arsenna.
“Baik...”
“Apa dia masih ingin pergi ke danau, bang...?”
“Kau tanyakan saja langsung. Aku kurang tahu.”
Danau pun menjadi tempat berlibur Kumala tahun ini, masih sama dengan ditemani Arsenna sahabatnya. Seperti yang Arsenna janjikan waktu itu, merekapun menaiki perahu sambil memancing ikan disana. Sementara itu Arsenna sibuk membaca buku kecil yang ia genggam.
“Senna...” panggil Kumala. Arsenna melirik dan melanjutkan kegiatannya. “...kamu belum jawab pertanyaanku waktu itu...”
“Hmm... yang mana...?”
“Waktu kamu janji mau nemenin aku ke danau... kan ada ‘dan’ 1 lagi...” jelas Kumala.
Arsenna diam dan menutup bukunya, terkadang matanya mengarah pada Kumala. “Hm... aku lupa...”
“Apa?! Lupa katamu? Bohong...!”
Arsenna memutar dan memandang buku yna ia pegang, diserahkannya buku itu pada Kumala.
“Semua jawaban dari pertanyaanmu ada disini...” sambil menunjuk pada buku. “... bahkan pertanyaan-pertanyaanmu yang lain...”
“Ini karya barumu...?”
Arsenna hanya mengangguk dan tersenyum kecil. “Novel itu belum beredar, bahkan kamu orang pertama yang membaca novel itu...” jelas Arsenna.
Kumala pun menyimpan buku itu, ia lanjutkan liburannya kali ini... ya... kali ini saatnya foto-foto... Sepulangnya dari danau, buru-buru Kumala baca buku kecil pemberian Arsenna. Ia baca dengan teliti dan tiba-tiba secarik kertas jatuh dari sebuah halaman buku itu. Kumala ambil lembar kertas itu.
Mala, aku pernah berjanji untuk menemanimu ke danau. Kurasa itu sudah, dan.... ‘Dan’ yang aku maksud itu adalah novel ini, aku ingin kamu menjadi orang pertama yang membaca novelku ini. Karena semua isi hatiku ada dalam novel itu. Termasuk doa malam yang kau tanyakan...
Kumala melihat cover depan novel itu, ‘Gelap dalam Terang’ itulah karya Arsenna yang akhirnya menjadi best seller berikutnya, seperti apa yang Arsenna harapkan pastinya. Dan baru kali ini Arsenna mau menjawab pertanyaan dari media yang sibuk mewawancarainya.
“Arsenna... dari mana kamu dapatkan inspirasi sehebat ini...?” tanya salah seorang wartawan.
“Hmm... seseorang yang menjadi pembaca pertama novel ini...” jawabnya singkat.
“Lalu siapa seseorang yang kamu maksud?” lanjut wartawan bertanya.
“Itu tidak penting.... terima kasih...” Ucap Arsenna mengakhiri bincang-bincangnya.
Keadaan kembali seperti semula... Arsenna dengan sekolahnya...
Arsenna terkejut ketika ia duduk di bangku kelasnya, laci mejanya dipenuhi surat dan hadiah dari penggemarnya.
“Wah... Arsenna, sepertinya kamu butuh meja dengan laci yang lebih besar lagi...” canda Yoan terkejut.
“Selamat ya, Sen...” ucap Kumala tersenyum manis.
“Arsenna... ada pertanyaan dari penggemar nich...” kata Yoan. “katanya begini ‘kak Arsenna, sebenernya siapa sich orang pertama yang baca novel kakak?’... wah bener banget... iya! Siapa, Arsenna...?” lanjutnya ikut bertanya.
“Berikan padaku...!” pinta Arsenna.
“Siapa, Arsenna?”
Arsenna bangkit dan memberikan buku dari penggemarnya itu pada Kumala, Arsenna pergi meninggalkan kelas.
“Kok... pergi sich... Mala... kamu tahu?” tanya Yoan masih penasaran.
Mala hanya tersenyum sambil memberikan buku itu. Yoan membukanya kembali, di bawah pertanyaan penggemar tertulis kata; ‘AKU’ dan kemudian Yoan membuka halaman berikutnya... ‘MALA’... itulah yang ia baca selanjutnya. Yoan menunjuk Kumala sahabatnya. “Kamu... Mala...?”
Mala mengangguk dan Yoan tersenyum kecil padanya. Harapan mereka sepertinya telah Allah kabulkan. Arsenna dengan kesuksesan karyanya, Kumala dengan Kendo dan Tilawahnya, Yoan dengan cover girl nya dan... Arsenna dengan Kumala...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar